Latar Belakang Bencana Lumpur Lapindo
Artikel tentang hak gugat masyarakat lumpur lapindo, tertarik? silakan lanjut membacanya. Bencana semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, terjadi sejak 29 Mei 2006 hingga sekarang. Lumpur telah menenggelamkan sebagian besar Kecamatan Porong dan sekitarnya.
Masyarakat setempat mengalami kerugian harta benda, mata pencaharian, tempat tinggal, lahan pertanian dan perkebunan, serta fasilitas umum. Total kerugian diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Bencana ini diduga akibat aktvitas pengeboran lapisan bumi oleh PT Lapindo Brantas Inc. (PT LBI). Sebagai penyebab bencana, PT LBI wajib bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kompensasi PT Lapindo Brantas
Pemerintah menugaskan PT LBI menanggung biaya relokasi dan kompensasi. Besarannya Rp7,5 triliun untuk membeli tanah dan bangunan, biaya hidup pengungsi, serta relokasi 12 desa ke lokasi baru.
Realisasinya per Desember 2021 baru 63,9% atau Rp4,79 triliun. Masih ada kekurangan Rp2,7 triliun yang disinyalir disebabkan ketidakakuratan data awal kompensasi.
Kontroversi Status Force Majeure
Pemerintah sejatinya dapat memaksa PT LBI bertanggung jawab penuh atas kerugian yang ditimbulkan. Namun dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2007 malah menyatakan lumpur Lapindo sebagai bencana alam atau force majeure.
Akibatnya, PT LBI hanya bertanggung jawab terbatas. Ini jelas merugikan korban dan bertentangan dengan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dasar Hukum Gugatan Warga
Berdasarkan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat korban sebenarnya memiliki hak gugat atau menuntut PT LBI sebagai penyebab kerusakan lingkungan. Dasar hukumnya antara lain:
Pasal 88
Mengatur hak setiap orang untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 90
Menegaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Upaya Gugatan yang Pernah Dilakukan
Beberapa upaya gugatan ke pengadilan pernah dilakukan warga terkait lumpur Lapindo, antara lain gugatan 37 warga, Yayasan WALHI, dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Sayangnya gugatan-gugatan tersebut selalu kalah melawan tim kuat pengacara Lapindo. Alhasil masyarakat tak kunjung menerima ganti rugi seluruhnya.
INFO PENTING LAIN : Daftar Pengacara Jogja
Harapan Gugatan Masa Depan
Gugatan warga korban lumpur Lapindo diperkirakan masih akan terus berlanjut mengingat janji kompensasi PT LBI yang tak kunjung tuntas. Beberapa harapan ke depan antara lain:
Konsolidasi Korban Gugat
Mengumpulkan sebanyak mungkin warga korban untuk menggugat secara massal, sehingga tekanan ke PT LBI semakin besar.
Kemitraan Gugat
Berkolaborasi dengan LSM lingkungan dan pro bono lawyers untuk menggalang dukungan moral, teknis, dan dana guna menggugat PT LBI.
Dengan berbagai upaya di atas, diharapkan suatu saat nanti hak konstitusional masyarakat korban lumpur Lapindo untuk mendapat ganti rugi utuh dapat terwujud.